Share it

Oleh : Zulkarnain S.Sos 

Adat istiadat Minangkabau yang unik dan kaya dengan nilai-nilai tradisional tak pernah lepas dari perhatian. Salah satu adat yang menarik perhatian banyak orang adalah tradisi “membeli laki-laki” dalam pernikahan di Pariaman, sebuah wilayah di Provinsi Sumatera Barat. Tradisi ini mencerminkan keunikan budaya matrilineal Minangkabau yang berbeda dari kebanyakan budaya lainnya di Indonesia.

Sistem Matrilineal Minangkabau

Sebelum membahas lebih jauh tentang tradisi membeli laki-laki, penting untuk memahami bahwa masyarakat Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal. Dalam sistem ini, garis keturunan dihitung dari pihak ibu, bukan dari pihak ayah. Akibatnya, perempuan memiliki peran penting dalam keluarga dan warisan biasanya diturunkan melalui garis ibu.

Membeli Laki-Laki: Apa dan Bagaimana?

Tradisi membeli laki-laki, atau yang dalam bahasa Minang disebut “bajapuik”, adalah bagian dari prosesi pernikahan di Pariaman. Dalam tradisi ini, pihak keluarga mempelai perempuan memberikan sejumlah uang atau barang berharga kepada keluarga mempelai laki-laki sebagai bentuk penghargaan dan pengakuan. Besaran “bajapuik” ini bisa bervariasi, tergantung pada kesepakatan antara kedua belah pihak keluarga.

Makna Filosofis dan Sosial

Pada pandangan pertama, tradisi ini mungkin tampak seperti praktik yang merendahkan, namun sebenarnya memiliki makna filosofis dan sosial yang dalam. “Bajapuik” bukanlah bentuk “membeli” dalam arti literal, melainkan simbol penghargaan dan tanggung jawab. Dalam konteks budaya Minangkabau, perempuan dianggap sebagai pemegang hak waris dan tanah, sehingga pemberian “bajapuik” mencerminkan penghargaan atas tanggung jawab yang akan diemban oleh mempelai laki-laki dalam melindungi dan memelihara harta keluarga perempuan.

Proses Bajapuik

Prosesi “bajapuik” biasanya diawali dengan pertemuan antara keluarga kedua mempelai untuk membicarakan jumlah uang atau barang yang akan diberikan. Setelah mencapai kesepakatan, pihak keluarga perempuan akan menyerahkan “bajapuik” kepada keluarga laki-laki dalam sebuah upacara adat yang khidmat. Upacara ini diiringi dengan berbagai ritual dan doa, serta dilanjutkan dengan pesta pernikahan yang meriah.

Kontroversi dan Perubahan

Seperti banyak tradisi lainnya, “bajapuik” tidak luput dari kontroversi dan kritik. Beberapa orang menganggap bahwa tradisi ini memperkuat ketidaksetaraan gender dan dapat menimbulkan beban finansial bagi keluarga perempuan. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa tradisi ini adalah bentuk penghargaan terhadap laki-laki yang akan menjadi bagian dari keluarga besar perempuan.

Dalam beberapa dekade terakhir, banyak pasangan muda Minangkabau yang memilih untuk menyederhanakan atau bahkan menghilangkan prosesi “bajapuik” dari pernikahan mereka. Hal ini menunjukkan adanya dinamika dan adaptasi dalam tradisi adat, seiring dengan perubahan zaman dan pandangan masyarakat.

Penutup

Adat “membeli laki-laki” dalam pernikahan Minangkabau Pariaman adalah salah satu contoh kekayaan budaya Indonesia yang unik dan kompleks. Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai penghargaan, tanggung jawab, dan penghormatan dalam masyarakat matrilineal Minangkabau. Meskipun mengalami berbagai tantangan dan perubahan, tradisi ini tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya Minangkabau yang patut dilestarikan dan dipahami dengan baik.

By Admin2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *