Budaya Tunggu Tubang (Pewaris Perempuan) Benarkah Melanggar Syari’at

Share it

Selimbur Bengkulu – Seperti kita ketahui bahwa keberagamaan adat di Nusantara sangat banyak dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau dan suku serta etnis yang beragam.

Pada tema kali ini penulis hanya akan membahas adat budaya Tunggu Tubang di Wilayah Sumatera Bagian Selatan.

Apa arti atau makna Tunggu Tubang itu sendiri secara umum menurut kamus Bahasa Indonesia adalah Anak tertua perempuan yang merawat harta kedua orangtuanya dalam bentuk rumah tempat tinggal.

Seperti kita ketahui bahwa budaya Tunggu Tubang juga kita bisa jumpai di Sumatera Barat , dimana Anak perempuan yang menjadi penunggu rumah pusaka peninggalan orang tua.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, kerap sekali masyarakat umum menghakimi bahwa budaya Tunggu Tubang itu melanggar Syariat Islam khususnya dibidang tata cara pembagian harta waris. Menurut Islam anak laki laki berhak memperoleh 2/3 bagian harta waris.

Logikanya jika Almarhum kedua orangtuanya hanya memiliki satu buah rumah dan satu bidang kebun, dengan posisi 2 orang anak perempuan 1 orang anak laki laki.Jika rumah sudah dikuasai oleh anak perempuan, berarti 2/3 harta waris sudah jatuh kepada anak perempuan.sementara anak laki laki hanya memperoleh sisanya.

Inilah kemudian yang menjadi persoalan umum dan menimbulkan polemik serta dianggap melanggar atau keluar dari ketentuan hukum Syariat Islam.

Penulis akhirnya banyak menemui para sesepuh, pemuka adat, tokoh masyarakat dan alim ulama di kabupaten dan provinsi Bengkulu serta Lampung untuk melakukan konfirmasi sekaligus meminta penjelasan tentang adanya budaya yang keluar dari hukum Syariat.

Berdasarkan konfirmasi dan penjelasan rinci dari para tokoh dan sesepuh adat tersebut didapati bahwa: Budaya Tunggu Tubang itu sendiri sudah banyak disalah artikan atau disalahgunakan makna dan tujuannya untuk kepentingan individu dan sudah keluar dari apa yang dituntun kan oleh para pendiri budaya tersebut.

# Budaya Tunggu Tubang yang sebenarnya adalah sangat tinggi makna dan mulia tujuannya.Maknanya adalah agar supaya anak cucunya kelak bisa tetap berhimpun dalam satu rumah dibawah naungan keluarga besar yang dipayungi oleh anak laki laki sebagai payung Jurai ( pelindung keluarga).

Tujuannya adalah untuk memuliakan dan melindungi anak perempuan yang lebih lemah supaya tidak hidup terlantar dan bisa mengurusi orang tua dalam satu rumah tinggal.

Pertanyaan apa yang menyebabkan budaya ini melanggar syariat Islam adalah : Ketika peran anak perempuan sebagai penghuni (penunggu) rumah ingin menjadikan harta waris melebihi batas yang sudah ditentukan dalam syariat Islam menjadi milik pribadinya.

Tunggu Tubang dalam catatan sejarah adalah peran anak perempuan untuk mungabdi kepada kedua orang tuanya dirumah orangtuanya.

Tunggu Tubang tidak mempunyai hak menjual atau memiliki Harta waris secara pribadi melebihi dari ketentuan Syari’at Islam.

Semoga dengan tulisan ini dapat membuat semuanya menjadi terang dan jelas duduk permasalahan khususnya peran Tunggu Tubang sebagai penunggu rumah.(Ratu Agung75)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *