Bengkulu, Selimburcaya.com — Dunia pendidikan dihebohkan dengan kasus dugaan kekerasan terhadap anak yang terjadi di Pesantren Attur Sina,Kelurahan Kandang, Kota Bengkulu. Seorang santri kelas 1 diduga menjadi korban penganiayaan fisik oleh sesama santri dan guru berinisial DW.

Ibu korban melaporkan kejadian ini ke Polresta Bengkulu, dan laporan telah resmi diterima dengan Nomor LP/B/285/VI/2025/SPKT/POLRESTA BENGKULU/POLDA BENGKULU tertanggal 22 Juni 2025.
Peristiwa tersebut terjadi pada Jumat malam, 20 Juni 2025 di lingkungan pesantren. Korban mengalami pemukulan di bagian wajah, punggung, dada dan lengan kanan, diduga dilakukan oleh santri serta guru pengajar. Akibat dari penganiayaan tersebut, korban mengalami memar ditangan kanan, pendarahan dari mulut dan hidung, 1 gigi lepas, 2 gigi goyang, memar dibola mata kanan, dan memar disekujur punggung.
Kejadian ini bermula korban dituduh sesama santri mencuri sejumlah uang, dan dipaksa mengaku. Karena merasa tidak mencuri, korban tidak mau mengakui yang bukan menjadi perbuatannya. Lalu korban dipukul dengan sapu berulang kali oleh sesama santri. Mendengar ada keributan, guru berinisial DW, bukannya melerai, malah ikut memukul korban.
“Anak saya dipukul oleh santri lain, lalu disusul oleh guru mereka, DW, yang memukul anak saya dengan gagang sapu berulang kali. Ini sangat menyakitkan bagi kami,” ujar Ibu korban.
Pihak keluarga menyayangkan respons pihak pesantren yang dianggap abai terhadap keselamatan dan hak anak didik. Korban disebut tidak langsung mendapatkan pertolongan atau perhatian setelah kejadian. Saat berita ini diterbitkan, Korban masih mengalami trauma fisik dan psikis, disertai sesak napas dan ketakutan mendalam.
Desakan Sanksi dan Evaluasi Operasional Pesantren
Seiring dengan proses hukum yang berjalan, masyarakat dan pemerhati pendidikan anak di Bengkulu mendesak agar Pesantren Attur Sina dikenakan sanksi administratif dan diawasi secara ketat. Lembaga pendidikan yang terbukti lalai melindungi anak-anak didiknya dinilai tidak layak untuk menjalankan fungsi pendidikan.
Aktivis perlindungan anak juga meminta agar Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama segera melakukan evaluasi terhadap izin operasional pesantren tersebut, termasuk memeriksa sistem pengawasan internal terhadap tenaga pendidik dan lingkungan belajar.
“Kejadian ini tidak boleh dianggap biasa. Pesantren bukan tempat penyiksaan. Kami akan terus kawal sampai ada keadilan, Santri adalah anak-anak yang harus dididik, bukan disakiti. Jika terbukti, maka pesantren harus diberi sanksi tegas, dan kami minta operasional pesantren dihentikan sampai semuanya diperiksa,” kata salah satu aktivis.
Sanksi Pidana Menanti Pelaku Kekerasan terhadap Anak
Tindakan kekerasan terhadap anak, baik oleh guru maupun sesama santri, merupakan tindak pidana serius yang dijerat dengan ketentuan hukum perlindungan anak. Dalam sistem hukum Indonesia, pelaku kekerasan terhadap anak dapat dipidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda ratusan juta rupiah, tergantung berat ringannya akibat.
Oknum guru yang terbukti melakukan penganiayaan terhadap anak didik melanggar prinsip dasar profesi pendidik dan bertanggung jawab secara pidana maupun etika profesi. Selain itu, pihak pengelola pesantren juga dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin operasional jika terbukti lalai memberikan perlindungan terhadap peserta didik.
Pewarta : Arie
Editor : Ardy
