
Bengkulu Utara, Selimburcaya.com – Kegelisahan atas abrasi laut yang terjadi di Bengkulu Utara tergambar jelas dalam sebuah tarian kontemporer berjudul “Ajua.” Dalam bahasa Rejang, “Ajua” berarti hancur, yang mencerminkan kondisi daratan di Bengkulu Utara yang berhadapan langsung dengan laut lepas Samudera Hindia dan semakin banyak mengalami abrasi.
Tari kontemporer ini digarap oleh para siswi ekskul tari SMA Negeri 1 (SMANSA) Argamakmur Bengkulu Utara, dan mampu menusuk hati siapa pun yang menyaksikannya. Gerakan demi gerakan mencerminkan keresahan serta ketakutan yang ditampilkan dengan apik oleh dua orang penari. Rejung atau lagu ratapan berbahasa Rejang turut menggambarkan situasi kerusakan abrasi laut yang harus segera diatasi. Masalah ini dapat mengancam rumah penduduk serta menyebabkan kerusakan lain yang sulit diperhitungkan, selain juga mengganggu mata pencaharian, khususnya bagi nelayan.
Dalam aksi tampilan duo penari tersebut, properti yang berkaitan dengan kondisi abrasi seperti jaring, rumah, ikan, bubu atau alat menangkap ikan, serta sejumlah ornamen laut, turut ditampilkan. Pesan untuk menjaga laut semakin kuat pada bagian akhir tarian, ketika properti tari berupa tanaman vetiver dan bakau berdiri tegak menggambarkan semangat bersama untuk memperbaiki kondisi laut di Bengkulu, khususnya Bengkulu Utara.
Tangan dingin pelatih sekaligus pembina ekskul tari SMANSA Bengkulu Utara, Chintya Pratiwi, berhasil membawa tari kontemporer itu masuk semifinal Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) tingkat nasional. Sebelumnya, tarian tersebut ditampilkan dalam FLS2N tingkat provinsi di Kota Bengkulu.
“Waktu di Bengkulu kemarin tariannya ditampilkan langsung, tapi untuk semifinal nasional ini hanya videonya saja yang dikirimkan. Harapan kami dan harapan kita semua, semoga tari ‘Ajua’ ini bisa lolos masuk ke 10 besar tingkat nasional, dan bisa membawa nama baik Provinsi Bengkulu ke tingkat Nasional, aamiin,” kata Chintya (27/7/24).
Ia mengatakan tema tersebut dipilih karena FLS2N tahun ini bertema lingkungan. Chintya menilai bahwa kritik atas kondisi lingkungan juga bisa disampaikan lewat seni tari agar pesan yang disampaikan bisa lebih mengena.
Ia berharap makna tarian tersebut bisa sampai pada pihak terkait. Meskipun dikemas untuk perlombaan, masalah lingkungan di Bengkulu Utara memang sebuah kenyataan di depan mata.
“Semoga membuat kita semua sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Juga menjadi motivasi bagi kami untuk terus mengembangkan budaya daerah,” tutup Chintya.
Pewarta : Hafiz
Editor : Ardy

