Hari Tani Nasional: Aliansi Bengkulu Melawan Sampaikan Lima Tuntutan kepada Pemerintah Provinsi Bengkulu

Share it

Dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional, ratusan massa dari berbagai elemen mahasiswa, organisasi masyarakat, dan petani yang tergabung dalam Aliansi Bengkulu Melawan,  menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Bengkulu pada Selasa (24/9/2024),(foto:Yudi/Selimburcaya.com).

Bengkulu, Selimburcaya.com– Dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional, ratusan massa dari berbagai elemen mahasiswa, organisasi masyarakat, dan petani yang tergabung dalam Aliansi Bengkulu Melawan, pada Selasa (24/9/2024), menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Bengkulu. Massa tersebut mengajukan lima tuntutan kepada Pemerintah Provinsi Bengkulu terkait isu agraria dan pertanian di daerah tersebut.

Lima poin tuntutan yang diajukan oleh Aliansi Bengkulu Melawan adalah sebagai berikut:

1. Menantang Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk menyelesaikan konflik agraria dalam waktu satu bulan.
2. Mendesak pemenuhan Reforma Agraria Sejati dengan mengevaluasi kinerja Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Bengkulu dalam waktu satu bulan.
3. Menuntut pemerataan ketersediaan alat produksi pertanian di Provinsi Bengkulu dalam jangka waktu satu bulan.
4. Mendesak stabilisasi harga pangan pertanian melalui pembentukan regulasi yang berpihak kepada petani dan masyarakat.
5. Menuntut keterbukaan informasi terkait Proyek Strategis Nasional Food Estate di Provinsi Bengkulu.

Aksi unjuk rasa ini diterima langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri, didampingi sejumlah pejabat seperti Kepala Bidang Perkebunan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, Bickman Panggarbesy, serta perwakilan dari Satpol PP, Kesbangpol, dan Kepolisian Daerah Bengkulu.

Dalam audiensi dengan para pengunjuk rasa, perwakilan petani dari Desa Sibak Mukomuko, Harapandi, menyampaikan kegelisahan masyarakat terkait konflik dengan PT. Daria Dharma Pratama (DDP). Mereka merasa hak pengelolaan atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang terlantar tidak jelas.

“Sampai saat ini, legalitas dan status PT. DDP itu tidak jelas. Tahun lalu kami sudah beraudiensi dengan Gubernur, yang berjanji akan mengevaluasi seluruh keputusan HGU, namun hingga sekarang belum ada realisasinya,” kata Harapandi.

Ia juga mengungkapkan bahwa PT. DDP menuntut para petani sebesar Rp7,2 miliar atas klaim lahan HGU terlantar yang diklaim bukan milik perusahaan tersebut.

Senada dengan Harapandi, Sunderi, petani dari Kecamatan Air Napal, Kabupaten Bengkulu Utara, juga menyampaikan keluhannya terkait konflik dengan PT. Bimas Raya Sawitindo (BRS). Menurut Sunderi, Kementerian Agraria dan Tata Ruang telah mengeluarkan surat pada tahun 2022 agar perusahaan menghentikan kegiatan di atas lahan HGU yang bermasalah, namun hingga kini belum ada tindak lanjut.

Merespons tuntutan tersebut, Sekda Isnan Fajri menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan kementerian terkait. Ia juga menjelaskan bahwa konflik agraria ini berada di bawah kewenangan Kementerian ATR/BPN, bukan Pemerintah Provinsi Bengkulu.

“Pemerintah daerah harus bersikap netral, tidak bisa 100 persen memihak masyarakat atau investasi. Kami terus mempelajari dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak,” ujar Isnan.

Pewarta : Yudi

Editor : Ardy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *